Langit masih pekat, menyelimuti jalanan yang lengang dan sunyi. Tak ada lagi hiruk pikuk kendaraan setelah kemacetan panjang yang biasanya membekap Tol Cikampek Utama, seolah sisa liburan akhir pekan panjang telah mengosongkan arteri utama ini. Dalam keheningan itulah, sebuah perjalanan solo kembali kumulai. Ini bukan lagi perjalanan rutin untuk bersilaturahmi atau berkumpul dengan keluarga seperti minggu lalu. Kali ini, setiap milnya adalah tentang diriku, sebuah keputusan yang kuyakini akan menjadi langkah penting dalam pengembangan diri.
Dini hari itu, pukul dua lewat, tidurku terusik. Keheningan pekat dan udara dingin menusuk membuatku tak bisa lagi memejamkan mata. Hawa dingin begitu terasa, membuatku merapatkan selimut ke kaki. Jarak menuju tujuan masih terasa membentang jauh, memicu secuil kecemasan tentang ketepatan waktu. Namun, jalanan yang lengang dini hari itu justru memberikan kenyamanan, memungkinkan perjalanan bus melaju dengan kecepatan optimal sembari tetap waspada.
Sesampainya di terminal, sebuah lega terasa saat aku berhasil menempati bangku favorit. Sebelumnya, kekhawatiran sempat melingkupiku. Sudah lama aku tak menginjakkan kaki di terminal bus, dan cerita-cerita tentang calo atau oknum yang agresif sering membuat grogi. Namun, syukurlah, suasana di dalam terminal ternyata jauh dari bayangan, memungkinkanku untuk cepat beradaptasi.
Tepat pukul tiga pagi, bus perlahan meninggalkan gerbang tol. Tak lama berselang, kami disambut pemandangan familiar: banjir rob yang meluap hingga ke jalanan. Pemandangan serupa terakhir kali kami jumpai dua tahun lalu, seolah menjadi penanda awal dari fase perjalanan ini.
Melintasi ruas jalan, aku mengenali beberapa tempat yang pernah kulewati sebelumnya. Namun, saat bus mulai memasuki wilayah yang selama ini hanya kukenal dari balik jendela kereta api, senyumku sontak mengembang. Setiap kilometer yang terlewati menambah daftar panjang lokasi yang kini resmi kudatangi, memperkaya pengalaman petualangan solo ini.
Dalam perjalanan kali ini, keinginan untuk mengobrol seolah sirna. Aku memilih untuk bercakap dengan catatan-catatan pribadiku, merangkai pikiran yang berkelebat. Musik menjadi satu-satunya kawan setia, mengalunkan melodi yang begitu pas sebagai rekan perjalanan, menemani setiap detik penjelajahan ini.
Tujuan akhirku adalah sebuah destinasi baru yang selama ini hanya kukenal melalui garis-garis di peta dan kisah-kisah sejarah. Antusiasme membuncah tak terbendung. Seiring langkah bus mendekat, bias cahaya fajar perlahan menyeruak, seolah alam turut berbisik, “Selamat datang dan selamat berpetualang.”
Ringkasan
Perjalanan solo dimulai di tengah keheningan dini hari setelah Tol Cikampek Utama sepi dari hiruk pikuk. Keputusan untuk melakukan perjalanan ini didasari keinginan untuk pengembangan diri dan pengalaman baru. Kekhawatiran sempat muncul terkait terminal bus, namun suasana di sana ternyata kondusif.
Bus berangkat pukul tiga pagi dan menemui banjir rob di jalanan. Perjalanan melintasi tempat-tempat familiar hingga wilayah yang hanya dikenal dari balik jendela kereta, memicu antusiasme. Perjalanan ditemani musik dan catatan pribadi, menuju destinasi baru yang dikenal dari peta dan kisah sejarah, dengan semangat petualangan yang membuncah.