Laut Mati: Antara Keajaiban yang Memudar dan Kisah Sejarah yang Mendalam
Di peta dunia, Laut Mati masih tampak tenang, membiru, terkurung gurun batu, berada 439 meter di bawah permukaan laut (data 2025). Namun, kunjungan langsung ke bibir pantainya, atau bahkan sekadar menikmati pemandangan panoramik dari Karak menuju Amman, menyisakan perasaan kehilangan. Kehilangan ini bukan hanya tentang surutnya air, melainkan juga tentang harapan akan kelangsungan eksistensinya.
Mentari senja Amman masih menyengat hangat pukul 16.00. Sekelompok wisatawan Indonesia, pemuda Yordania, dan keluarga Amerika bergerak menuju Laut Mati, membawa handuk dan air mineral. Sore itu, resort kami tampak lengang, menciptakan suasana tenang untuk menikmati keajaiban alam ini. Waktu ideal mengunjungi Laut Mati adalah sore (16.00-18.00) dan pagi (06.30-10.00), saat suhu sejuk dan terhindar dari sengatan matahari yang ekstrem. Hindari berkunjung antara pukul 11.00-15.00 untuk mencegah dehidrasi dan iritasi kulit.
Keunikan dan Khasiat Laut Mati
Laut Mati terletak unik di lembah jurang Yordania, berbatasan dengan Yordania, Palestina (wilayah pendudukan Israel), dan Tepi Barat. Sebagai titik terendah di permukaan bumi di Yordania (-439 meter), luasnya menyusut drastis dari 1.050 km² (1930) menjadi sekitar 605 km² (2016). Kedalaman rata-rata mencapai 188 meter, dengan titik terdalam 304 meter.
Salinitas ekstrem Laut Mati (34-35%)—hampir sepuluh kali lebih asin dari lautan biasa—dan massa jenis air sekitar 1,24 kg/L, membuat tubuh manusia mudah mengapung. Pada musim hujan, ganggang Dunaliella dapat mengubah warna air menjadi kemerahan. Satu-satunya sumber air adalah Sungai Yordan, namun debitnya menurun drastis sejak 1960 akibat pembangunan bendungan dan pengalihan air. Kegagalan proyek Red Sea-Dead Sea Water Conveyance pada 2021 semakin memprihatinkan nasib Laut Mati yang kehilangan sekitar 1 meter permukaan air setiap tahunnya.
Signifikansi Budaya dan Sejarah
Laut Mati disebut dalam Alkitab sebagai “Laut Garam”, terkait dengan kisah Sodom dan Gomora (Kejadian 14:3, Ulangan 3:17, Yosua 3:16). Secara geografis, letaknya di wilayah Yudea dan Edom, di Cekungan Yordan, lokasi yang dikaitkan dengan kehancuran Sodom dan Gomora karena dosa penduduknya (Kejadian 19). Tradisi Yahudi dan Kristen meyakini kota-kota tersebut berada di sekitar atau bahkan tenggelam di bawah Laut Mati, memperkuat simbolisme “kematian” dan kutukan ilahi.
Penemuan Gulungan Laut Mati (Dead Sea Scrolls) pada 1947 di gua Qumran merupakan penemuan arkeologis penting abad ke-20. Berasal dari abad ke-3 SM hingga abad ke-1 M, gulungan ini berisi salinan kitab-kitab Perjanjian Lama, teks non-kanonik, dan naskah mengenai hukum, liturgi, dan eskatologi. Teks-teks ini memberikan wawasan berharga tentang kehidupan religius dan politik masyarakat Yahudi pada zaman Second Temple, meningkatkan pemahaman tentang latar belakang Yahudi awal dan kemunculan agama Kristen dan Yudaisme Rabinik.
Al-Qur’an juga menghubungkan wilayah Laut Mati dengan kisah Nabi Luth dan kaumnya (QS. 11: Hud: 82-83; QS. 15: Al-Hijr: 76-77; QS. 26: Asy-Syu’ara: 160-174; QS. 27: An-Naml: 54-58; QS. 37: Ash-Shaffat: 133-138), menekankan peringatan atas kesombongan moral dan sosial. Bagi umat Islam, Laut Mati menjadi “tanda” (ayat) kehancuran masa lalu, pelajaran dan peringatan nyata. Gulungan Laut Mati, meskipun teks Yahudi pra-Islam, memberikan bukti historis tentang kontinuitas pesan ilahi dan konfirmasi wahyu Allah kepada nabi-nabi sebelum Muhammad (QS. 5: Al-Ma’idah: 44).
Berendam, Bukan Berenang, di Laut Mati
Di Laut Mati, berendamlah, bukan berenang. Airnya yang sangat asin dapat melukai mata. Berendam memungkinkan tubuh mengapung dengan mudah karena hukum Archimedes dan kerapatan air Laut Mati (1,24 kg/L) yang jauh lebih tinggi daripada tubuh manusia (0,98-1,06 kg/L). Berendam selama 10-20 menit sudah cukup untuk merasakan manfaatnya tanpa risiko iritasi kulit. Jika mata terkena air, segera bilas dengan air bersih. Pengunjung dengan luka terbuka atau kulit sensitif sebaiknya mengurangi durasi berendam. Waktu terbaik berendam adalah pagi (06.30-10.00) dan sore (16.00-18.00).
Khasiat Perawatan Kulit Laut Mati
Lumpur Laut Mati (Dead Sea mud) terkenal akan khasiat terapeutik dan kosmetiknya. Kaya akan mineral seperti magnesium (melembabkan, mengurangi peradangan), kalsium (menguatkan membran sel), kalium (menjaga kelembaban), sodium (membersihkan), bromida (menenangkan iritasi), dan zink (mengontrol minyak), lumpur ini terbukti efektif mengurangi gejala psoriasis, meningkatkan kelembaban kulit, mendetoksifikasi, dan mengatasi masalah kulit lainnya. Sifat anti-inflamasi dan pH seimbangnya cocok untuk berbagai jenis kulit.
Eksistensi Geologis
Laut Mati terletak di Dead Sea Graben, bagian dari Great Rift Valley, yang terbentuk oleh pergerakan lempeng Arab dan Afrika. Proses subsiden (penurunan kerak bumi) yang dimulai sekitar 3 juta tahun lalu membuat dasar Laut Mati menjadi titik terendah di permukaan bumi. Sebagai danau endorheik, evaporasi menjadi satu-satunya cara keluarnya air, menyebabkan salinitas yang sangat tinggi. Formasi geologi di sekitarnya menjadi arsip alam penting untuk studi perubahan iklim dan aktivitas seismik.
Sinkhole: Ancaman bagi Laut Mati
Munculnya sinkhole (lubang runtuhan) di sekitar Laut Mati semakin sering terjadi. Penyusutan drastis permukaan air akibat berkurangnya aliran Sungai Yordan dan pengambilan air untuk irigasi dan industri telah menyebabkan terbukanya lapisan garam bawah tanah dan pelarutannya oleh air tawar, membentuk rongga bawah tanah yang kemudian runtuh. Lebih dari 6.000 sinkhole telah teridentifikasi, mengancam pariwisata, lahan pertanian, dan infrastruktur.
Sebuah Statement Keprihatinan
Laut Mati, dulunya menyimpan keajaiban: air asin yang tak menenggelamkan, lumpur penyembuh, dan sejarah yang dalam. Namun, hari ini, ia menyusut, meninggalkan lubang-lubang sinkhole dan simbol krisis ekologis akibat eksploitasi berlebihan dan perubahan iklim. Proyek Laut Merah-Laut Mati pernah diajukan, namun menimbulkan kekhawatiran ekologis. Laut Mati, terjepit oleh geopolitik dan eksploitasi sumber daya, menjadi simbol dunia yang lupa caranya mendengarkan bisikan bumi. Suatu saat nanti, pertanyaan “Kenapa dinamai Laut Mati?” mungkin akan dijawab, “Karena kita sendiri yang membunuhnya.”
Jkt/15062025/Ksw132
Ringkasan
Laut Mati, titik terendah di permukaan bumi, mengalami penyusutan drastis dari 1.050 km² (1930) menjadi sekitar 605 km² (2016). Salinitasnya yang ekstrem (34-35%) memungkinkan manusia mengapung, sementara sumber air utamanya, Sungai Yordan, debitnya menurun drastis. Keunikannya mencakup khasiat lumpur untuk perawatan kulit dan signifikansi historis-religius, disebutkan dalam Alkitab dan Al-Qur’an serta menjadi lokasi penemuan Gulungan Laut Mati.
Munculnya ribuan sinkhole mengancam eksistensi Laut Mati akibat penyusutan air dan pengambilan air berlebihan. Meskipun menawarkan khasiat terapeutik dan nilai sejarah yang tinggi, Laut Mati menghadapi krisis ekologis serius yang disebabkan oleh eksploitasi sumber daya dan perubahan iklim, membutuhkan perhatian serius untuk mencegah kepunahannya.