Misteri Batu Ratapan Angin: Kisah Tragis yang Mengerikan

Plasmahero

Dataran Tinggi Dieng: Menyaksikan Ratapan Angin di Batu Pandang Ratapan Angin

Dataran Tinggi Dieng di Wonosobo, Jawa Tengah, memang menyimpan pesona alam yang luar biasa. Keindahannya, mulai dari sunrise mempesona di Bukit Sikunir hingga keindahan Telaga Warna yang berkilau, menjadi magnet bagi para petualang. Udara dinginnya yang menusuk tulang pun seakan menambah daya tarik tersendiri. Namun, di tengah keindahan alam ini, terdapat sebuah tempat yang menyimpan kisah misteri dan romantisme yang menyayat hati: Batu Pandang Ratapan Angin.

Batu Pandang Ratapan Angin berdiri gagah di ketinggian, menawarkan panorama menakjubkan dua telaga kembar, Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Di sini, Anda akan merasakan seolah berdialog langsung dengan langit, memandang cakrawala tanpa batas, dan meresapi sunyi yang pekat. Desiran angin yang berhembus di antara dua batu besar ini konon merupakan ratapan duka, sebuah kisah cinta yang berakhir tragis.

Nama “Batu Ratapan Angin” sendiri berasal dari suara angin yang berdesir di antara dua batu besar tersebut. Suara angin ini, oleh penduduk setempat, terdengar seperti ratapan pilu. Dan di balik suara ratapan itu tersimpan sebuah legenda yang memilukan.

Legenda menceritakan kisah pilu seorang pangeran dan istrinya yang hidup harmonis. Kehidupan mereka yang damai tiba-tiba terusik oleh kedatangan seorang pemuda tampan. Pemuda ini memikat hati sang putri, dan perselingkuhan pun terjadi. Kemarahan sang pangeran yang memiliki ilmu “angin puting beliung” pun memuncak. Ia mengutuk sang istri dan pemuda selingkuhan menjadi batu yang berdiri berdampingan hingga kini. Sang istri dalam posisi tertunduk, menggambarkan penyesalannya, sementara pemuda selingkuhan berdiri tegak.

Kedua batu ini, yang terletak di puncak bukit, seolah menjadi saksi bisu kisah perselingkuhan dan kutukan tersebut. Setiap hembusan angin yang melewati batu-batu itu seakan-akan menjadi ratapan kesedihan dan penyesalan sang istri. Mitos inilah yang menambah daya tarik Batu Pandang Ratapan Angin, membuatnya bukan hanya sekadar destinasi Instagramable, tetapi juga tempat yang sarat makna budaya.

Lebih dari sekadar pemandangan indah, Batu Pandang Ratapan Angin menawarkan refleksi mendalam tentang kesetiaan, pengkhianatan, dan konsekuensi dari pilihan hidup. Ketika mengunjungi tempat ini, luangkan waktu untuk merenungkan kisah moral di balik legenda tersebut. Jangan hanya terpesona oleh keindahan alamnya, tetapi juga resapi pesan yang terkandung di dalamnya.

Pengalaman berkunjung ke Batu Pandang Ratapan Angin bersama keluarga besar SMP N 2 Cibadak sungguh tak terlupakan. Pemandangan dua telaga yang indah, hijaunya pepohonan, dan kilauan air telaga sungguh memanjakan mata. Meskipun lelah mendaki anak tangga, semua terbayar lunas dengan keindahan yang tersaji di depan mata.

Jadi, jika Anda berkesempatan mengunjungi Batu Pandang Ratapan Angin, luangkan waktu untuk duduk sejenak. Rasakan desiran angin di wajah Anda, dan renungkan: apakah Anda datang untuk menyaksikan keindahan langit, atau untuk meratapi sesuatu yang belum terlepaskan dari hati Anda?

Cibadak, 18 Juni 2025

Ringkasan

Batu Pandang Ratapan Angin di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, terkenal dengan pemandangan dua telaga dan legenda pilu. Legenda menceritakan kisah seorang pangeran, istrinya, dan seorang pemuda yang menyebabkan perselingkuhan. Pangeran yang memiliki ilmu “angin puting beliung” mengutuk ketiganya menjadi batu, dengan sang istri dalam posisi tertunduk sebagai simbol penyesalan.

Suara angin yang berdesir di antara dua batu besar tersebut diyakini sebagai ratapan sang istri. Lokasi ini menjadi destinasi wisata yang menawarkan keindahan alam dan refleksi tentang kesetiaan, pengkhianatan, dan konsekuensi pilihan hidup. Selain keindahannya, tempat ini juga sarat makna budaya dan kisah moral.

Baca Juga

Bagikan: