Jelajahi Benteng Fort de Kock, Rumah Adat Baanjuang & Jembatan Limpapeh

Plasmahero

Petualangan Menakjubkan di Bukittinggi: Mengunjungi Fort de Kock, Taman Marga Satwa Kinantan, dan Rumah Adat Baanjuang melalui Jembatan Limpapeh yang Eksotis

Bukittinggi, Sumatera Barat, kota bersejarah yang kaya akan destinasi wisata, baru-baru ini menjadi tujuan liburan keluarga saya. Kota perjuangan ini menawarkan beragam atraksi, dari Rumah Kelahiran Proklamator Muhammad Hatta hingga Lubang Jepang dan ikoniknya Jam Gadang. Yang membuat kunjungan ini istimewa adalah letak objek wisata yang berdekatan dan perpaduan unik antara sejarah, budaya, panorama alam, dan kuliner yang begitu terasa.

Kejutan menanti kami saat mengunjungi Fort de Kock, benteng bersejarah yang menyimpan kisah perjuangan rakyat Bukittinggi melawan penjajah. Yang mengejutkan, ternyata hanya dengan satu tiket masuk, kami dapat menjelajahi tidak hanya Fort de Kock, tetapi juga Taman Marga Satwa Kinantan dan Rumah Adat Baanjuang! Rahasianya terletak pada sebuah jembatan yang menghubungkan ketiga lokasi tersebut.

Setelah mengelilingi Fort de Kock, kami melewati Jembatan Limpapeh, sebuah jembatan gantung sepanjang 90 meter dan lebar 3,8 meter yang begitu memukau. Jembatan yang terletak di Jalan Ahmad Yani Bukittinggi ini dibangun pada tahun 1995, dan memiliki desain unik dengan sentuhan arsitektur tradisional Minangkabau di bagian tengahnya. Nama “Limpapeh” sendiri berasal dari bahasa Minang, berarti tiang tengah penyanggah rumah gadang, atau bahkan diartikan sebagai perempuan/ibu yang menjadi penyangga utama keutuhan rumah tangga.

Setelah melintasi Jembatan Limpapeh yang berada di kawasan Kampung Cino, kami tiba di Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan, lebih dikenal sebagai Kebun Binatang Bukittinggi. Terletak di atas Bukit Cubadak Bungkuak, kebun binatang ini merupakan salah satu yang tertua di Indonesia dan satu-satunya di Sumatera Barat, dengan koleksi hewan terlengkap di Pulau Sumatera. Di dalam kompleks kebun binatang ini pula, terdapat Museum Rumah Adat Baanjuang dan Museum Zoologi.

Fort de Kock sendiri, yang sebenarnya terletak di Bukit Jirek, merupakan saksi bisu kegigihan pasukan Paderi pimpinan Imam Bonjol dalam melawan Hindia Belanda. Nama Fort de Kock sendiri didedikasikan kepada Hendrik Merkus Baron de Kock, Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Komandan Militer kala itu.

Terakhir, kami mengunjungi Museum Rumah Adat Baanjuang, sebuah museum umum yang didirikan oleh Modelar Counterlleur, seorang berkebangsaan Belanda, pada 1 Juli 1935. Bangunan museum ini berbentuk rumah gadang yang khas, lengkap dengan rangkiang (lumbung padi) di halamannya. Sebagian besar bangunan masih menggunakan bahan-bahan tradisional, menambah nilai sejarah dan keunikan museum ini.

Pengalaman mengunjungi ketiga objek wisata ini dalam satu perjalanan sungguh luar biasa. Ketiga lokasi yang kaya akan sejarah dan budaya ini, dihubungkan oleh jembatan yang indah, menjadi bukti keindahan dan kekayaan wisata Bukittinggi yang patut dijelajahi.

Ringkasan

Kunjungan ke Bukittinggi menawarkan pengalaman wisata unik dengan mengunjungi Fort de Kock, benteng bersejarah yang menyimpan kisah perjuangan melawan penjajah Belanda. Satu tiket masuk memungkinkan akses ke Fort de Kock, Taman Marga Satwa Kinantan, dan Rumah Adat Baanjuang, yang terhubung oleh Jembatan Limpapeh, jembatan gantung dengan desain arsitektur Minangkabau.

Jembatan Limpapeh menghubungkan Fort de Kock dengan Taman Marga Satwa Kinantan, yang juga mencakup Museum Rumah Adat Baanjuang, sebuah museum yang terletak di dalam bangunan rumah gadang tradisional. Museum ini menampilkan sejarah dan budaya Minangkabau, melengkapi pengalaman wisata sejarah dan budaya yang kaya di Bukittinggi.

Baca Juga

Bagikan: