Blitar: Liburan 1 Hari di Kampung Coklat yang Bikin Nagih!

Plasmahero

Memulai hari dengan semangat, sebuah pesan singkat dari WhatsApp berbunyi, “Saya OTW dari Arjosari.” Segera saya siapkan tas berisi perbekalan wajib: makanan ringan, mukena, dan minyak kayu putih, menandakan petualangan pagi itu akan segera dimulai.

Tepat pukul delapan pagi, mobil kami sudah melaju membelah gemuruh lalu lintas Kota Malang. Perjalanan kali ini sungguh meriah, kami berenam: tiga dewasa, dua remaja, dan satu anak kecil. Salah satu dari tiga dewasa itu adalah Mas Andre, sang pengemudi andal, rekan seperjalanan, sekaligus fotografer pribadi kami. “Kita ke mana dulu ini?” tanya Mas Andre ramah, memecah keheningan. “Terserah Mas Andre saja, yang penting empat destinasi utama kita adalah Kampung Coklat, Museum Bung Karno, Cafe de Karanganjar, dan Candi Penataran,” jawab kami serempak, menandakan hari ini adalah jadwal “eksplor Blitar” yang telah dinanti. Perjalanan pun dimulai.

Arus lalu lintas pagi itu cukup normal, tidak terlalu padat juga tidak sepi, mungkin karena libur sekolah baru saja dimulai sehingga banyak yang masih menikmati waktu luang di rumah. Begitu memasuki wilayah Kabupaten Blitar, suasana terasa sedikit berbeda dibandingkan Malang. Jalanan di sini cenderung lebih tenang, tidak terlalu lebar, namun justru menghadirkan nuansa kenyamanan yang khas.

Sekitar pukul sepuluh pagi, kami pun tiba di gerbang Kampung Coklat Blitar. Sebuah bangunan megah dengan dominasi warna coklat hangat seolah menyambut kedatangan kami dengan ramah. Berbagai informasi edukatif tentang coklat terpampang jelas di setiap sudut, menegaskan identitasnya sebagai destinasi wisata edukasi coklat yang patut diperhitungkan. Setelah membeli tiket seharga dua puluh ribu rupiah per orang – harga yang sangat terjangkau untuk sebuah tempat wisata edukasi sekompleks ini – kami segera melangkah masuk, siap menjelajahi surga coklat ini.

 

Mendengar kata “coklat”, bayangan yang muncul seringkali adalah minuman hangat nan manis atau batangan permen lezat. Namun, Kampung Coklat Blitar mengajak kami menyelami lebih dalam, mulai dari biji kakao mentah hingga menjadi sajian favorit dunia. Coklat, bahan makanan istimewa ini, berasal dari biji tanaman kakao (Theobroma cacao), tumbuhan tropis asli Amerika Selatan yang kini tersebar di berbagai belahan dunia. Sejarahnya begitu kaya; menurut history.com, coklat pertama kali dikonsumsi sebagai minuman oleh peradaban kuno Mesoamerika. Pada tahun 1544, coklat mulai merambah Eropa melalui Spanyol, saat delegasi Guatemala mempersembahkan minuman cokelat kepada Istana Spanyol. Popularitasnya melesat, menjadi minuman primadona di kalangan istana Eropa pada awal abad ke-17. Perlahan, coklat menyebar luas di kalangan elit, dan permintaannya terus melonjak hingga menjadi sensasi global, termasuk di Indonesia.

Tak kalah menarik adalah kisah di balik berdirinya Kampung Coklat Blitar ini sendiri. Semua berawal pada tahun 2004, saat seorang peternak ayam bernama H. Kholid Mustofa menghadapi kebangkrutan akibat wabah flu burung. Namun, dari keterpurukan itu, muncul secercah harapan. Kholid memutuskan untuk merintis usaha baru dengan merawat 120 pohon kakao milik keluarganya, yang telah ditanam sejak tahun 2000 di lahan seluas 750 meter persegi. Dengan tekad kuat, ia fokus mengembangkan budidaya kakao, bahkan bercita-cita membuka lapangan pekerjaan demi kesejahteraan petani coklat setempat.

Kholid tak segan belajar. Ia magang di PTPN XII Penataran, Nglegok, Blitar, dan mendalami ilmu di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember, Jawa Timur, untuk menguasai teknik budidaya kakao yang tepat. Dedikasinya berlanjut dengan edukasi berkelanjutan kepada kelompok-kelompok tani di daerahnya. Usahanya berkembang pesat, bibit kakao semakin banyak dikembangkan, berujung pada peningkatan pasokan coklat ke berbagai industri pengolahan. Ambisi Kholid tak berhenti di situ; ia kemudian belajar mengolah coklat sendiri, memasarkannya di Blitar dan Solo. Puncaknya, pada tahun 2014, ia merealisasikan impiannya untuk mendirikan sebuah wisata edukasi bertema coklat, yang kini dikenal sebagai Kampung Coklat. Lokasinya berada di Jalan Banteng Blorok 18, Desa Plosorejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Seluruh perjalanan dan sejarah inspiratif ini ditampilkan melalui panel-panel gambar menarik di sepanjang dinding yang kami lalui, menjadikan setiap langkah sebuah pelajaran berharga.

Kampung Coklat menawarkan pengalaman yang begitu beragam. Selain menyelami sejarah, budidaya, dan pengolahan coklat, pengunjung juga bisa mengetahui segudang manfaat coklat bagi kesehatan. Kami sempat kecewa karena stan pengolahan coklat sedang tutup, namun hal itu tak mengurangi semangat kami untuk menjelajahi area lain yang tak kalah menarik. Di sini, kami bisa melihat langsung Kebun Kakao yang luas, tempat pohon-pohon coklat tumbuh subur. Tak jauh dari sana, ada area Animal Feeding, sebuah peternakan dengan berbagai jenis binatang yang tentu sangat disukai anak-anak. Mengingat luasnya area, pengunjung dapat memilih untuk berjalan kaki atau menggunakan kendaraan yang disediakan untuk berkeliling. Tentu saja, wahana permainan anak pun tak luput dari perhatian. Salah satu pengalaman paling berkesan adalah menaiki Perahu Ceria. Dengan tiket hanya sepuluh ribu rupiah per orang, kami mengarungi sungai kecil yang diapit rimbunnya berbagai tanaman, menghadirkan suasana yang benar-benar ceria dan menyegarkan hati.

Dua jam menjelajahi Kampung Coklat rasanya belum cukup memuaskan rasa ingin tahu kami akan dunia coklat yang begitu luas. Meski ingin berlama-lama, jadwal perjalanan ke destinasi selanjutnya memaksa kami untuk beranjak. Sebelum pergi, kami sempatkan duduk santai di kafe, menikmati aneka minuman coklat dan camilan lezat. Suasana kafe semakin ramai seiring siang, dipenuhi gelak tawa pengunjung. Minuman hangat perpaduan kopi dan coklat yang saya pesan terasa begitu nikmat, manisnya pas. Tanpa sadar, senyum saya mengembang saat membaca kutipan unik di salah satu sudut: “Cinta tidak menjanjikan ujung yang manis, tapi coklat menjanjikan manis di setiap ujungnya.” Sungguh sebuah perumpamaan yang cerdas!

Setelah puas berbelanja suvenir coklat di Gallery Coklat, kami pun bergegas menuju area parkir, siap melanjutkan petualangan. Perjalanan ke Blitar kali ini, khususnya kunjungan ke Kampung Coklat, meninggalkan kesan yang begitu hangat dan penuh kenangan manis tak terlupakan. Lebih dari sekadar tempat wisata, Kampung Coklat adalah surga edukasi yang kaya akan ilmu, terpancar dari setiap informasi di sudut-sudutnya hingga berbagai wahana interaktif di dalamnya. Blitar memang menyimpan banyak cerita, dan ini baru destinasi pertama kami.

Ringkasan

Artikel ini menceritakan pengalaman liburan satu hari di Blitar, Jawa Timur, dengan destinasi utama Kampung Coklat. Perjalanan dimulai dari Malang dan setibanya di Kampung Coklat, pengunjung disuguhi wisata edukasi tentang coklat, mulai dari sejarah, budidaya, hingga pengolahannya. Tiket masuk terjangkau, dan di dalam, terdapat berbagai aktivitas menarik seperti kebun kakao, area animal feeding, wahana permainan anak, dan naik perahu ceria.

Kampung Coklat didirikan oleh H. Kholid Mustofa, seorang peternak ayam yang beralih ke budidaya kakao setelah mengalami kebangkrutan. Ia belajar dan mengembangkan usahanya hingga mendirikan wisata edukasi coklat pada tahun 2014. Pengunjung juga dapat menikmati aneka minuman dan camilan coklat di kafe serta membeli suvenir di gallery coklat sebelum melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya di Blitar.

Baca Juga

Bagikan: